Semula,
tepatnya pada tahun 1851 daerah Sidoarjo bernama Sidokare, bagian dari
kabupaten Surabaya. Daerah Sidokare dipimpin oleh seorang patih bernama
R. Ng. Djojohardjo, bertempat tinggal di kampung Pucang Anom yang dibatu
oleh seorang wedana yaitu Bagus Ranuwiryo yang berdiam di kampung
Pangabahan. Pada tahun 1859, berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia
Belanda no. 9/1859 tanggal 31 Januari 1859 Staatsblad No. 6, daerah
Kabupaten Surabaya dibagi menjadi dua bagian yaitu Kabupaten Surabaya
dan Kabupaten Sidokare.Dengan demikian Kabupaten Sidokare tidak lagi
menjadi daerah bagian dari Kabupaten Surabaya dan sejak itu mulai
diangkat seorang Bupati utuk memimpin Kabupaten Sidokare yaitu R.
Notopuro (R.T.P Tjokronegoro) berasal dari Kasepuhan, putera R.A.P
Tjokronegoro Bupati Surabaya, dan bertempat tinggal di kampung Pandean
(sebelah selatan Pasar Lama sekarang), beliau medirikan masjid di
Pekauman (Masjid Abror sekarang),sedang alun-alunya pada waktu itu
adalah Pasar Lama. Dalam tahun 1859 itu juga, dengan berdasarkan Surat
Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 10/1859 tanggal 28 Mei 1859
Staatsblad. 1859 nama Kabupaten Sidokare diganti dengan Kabupaten
Sidoarjo. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa secara resmi
terbentuknya Daerah Kabupaten Sidoarjo adalah tangal 28 Mei 1859 dan
sebagai Bupati I adalah R.Notopuro (R.T.P Tjokronegoro) Semula rumah
Kabupaten di daerah kampung Pandean, kemudian karena suatu hal maka
Bupati Tjokronegoro I dipindahkan ke Kampung Pucang (Wates). Disini
beliau membangun masjid Jamik yang sekarang ini (Masjid Agung), tetapi
masih dalam bentuk yang sangat sederhana, sedang di sebelah Baratnya
dijadikan Pesarean Pendem (Asri). Pada tahun 1862, beliau wafat setelah
menderita sakit, dan dimakamkan di Pesarean Pendem (Asri). Sebagai
gantinya pada tahun 1863 diangkat kakak alnarhum sebagai Bupati
Sidoarjo, yaitu Bupati R.T.A.A Tjokronegoro II (Kanjeng Djimat
Djokomono), pindahan dari Lamongan. Pada masa pemerintahan Bupati
Tjokronegoro II ini pembangunan – pembangunan mendapat perhatian sangat
besar antara lain, meneruskan pembangunan Masjid Jamik yang masih sangat
sederhana, perbaikan terhadap Pesarean Pendem, disamping itu dibangun
pula Kampung Magersari sebelah Barat Kabupaten, yang kemudian
ditempatkan disitu orang-orang Madura. Pada tahun 1883 Bupati
Tjokronegoro mendapat pensiun, yang tak lama kemudian pada tahun sama
beliau wafat, dimakamkan di Pesarean Botoputih Surabaya. Sebagai
gantinya diangkat R.P Sumodiredjo pindahan dari Tulungagung tetapi hanya
berjalan 3 bulan karena wafat pada tahun itu juga dan dimakamkan di
Pesarean Pendem. Selanjutnya dalam tahun1883 itu diangkat R.A.A.T.
Tjondronegoro I ini dapatlah dicatat sebagai berikut :
|
Masa Pedudukan Jepang ( 8 Maret 1942 – 15 Agustus 1945 ) Sebagaimana juga daerah-daerah di Indonesia, mulai tanggal 8 Maret 1942 daerah Delta Brantas ada dibawah kekuasaan Pemerintahan Militer Jepang. Pada waktu pendudukan Jepang itu, yang menjadi Bupati Sidoarjo adalah tetap Bupati R.A.A. Sujadi. Pemerintahan jepang sangat militeristik sehingga tidak sedikit para pemimpin dan Pamong Praja yang dianggap merintangi Pemerintahan Jepang menjadi korban Kempetai. Dimana-mana dibentuk Seinendan dan Keibondan dan (sebagai pembantu Polisi ), hingga ke desa-desa terpencil. |
Pemerintahan Republik Indonesia. Sebagaimana tercatat pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah pada Sekutu, pada waktu itu adalah waktu yang sebaik-baiknya bagi Bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan, dimana-mana di daerah Republik Indonesia dibentuk bermacam-macam badan atau perkumpulan yang bersifat nasional. Pada waktu itu yang berkuasa di daerah Delta Brantas ialah Kaigun ( tentara Laut Jepang ) yang dengan rela menyerahkan senjatanya kepada pemuda-pemuda kita. Badan-badan bersenjata mulai dibentuk dengan nama B.K.R dan P.T.K.R. Diantara badan-badan bersenjata tersebut yang paling berkuasa didaerah kita pada waktu itu ialah P.T.K.R. dibawah pimpinan Mayor Sabarudin. Pembunuhan-pembunuhan dijalankan terhadap mereka yang dicurigai sebagai mata-mata musuh. Karena tindakannya yang melampui batas maka oleh pihak pimpinan yang tertingggi dianggap perlu untuk melucuti senjata P.T.K.R. yang ada dibawah pimpinan Sabarudin tersebut. Akhirnya kekuasaan Sabarudin dkk. dapat dilumpuhkan. |
Permulaan bulan Maret Belanda mulai aktif dengan usaha-usahanya untuk menduduki kembali daerah kita. Waktu Belanda menduduki Gedangan, Pemerintah memandang perlu memindahkan pusat Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo ke Porong. Tetapi masih ada pegawai-pegawai yang ditugaskan untuk tetap tinggal di kota Sidoarjo sebagai wakil dari Pemerintahan. Kemudian di Candi di bentuk Markas Gabungan sebagai pertahanan. Pada waktu itu derah Dungus (Kecamatan Sukodono) menjadi daerah rebutan dengan Belanda. Tanggal 24 Desember 1946, Belanda mulai menyerang kota Sidoarjo dengan serangan dijalankan dari jurusan Tulangan. Maka pada hari itu juga Daerah Sidoarjo jatuh ketangan Belanda. Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo dipindahkan lagi ke daerah Jombang. Dan mulai saat itu Daerah Sidoarjo dibawah pemerintahan Recomba yang berjalan hingga tahun 1949. |
Sesudah negara Jawa Timur dibentuk, daerah Brantas masuk daerah Boneka tersebut. Pada waktu itu Bupati R.I adalah : K. Ng. Soebekti Poespanoto. R. Soeharto. Tanggal 27 Desember 1949, Belanda menyerahkan kembali kepada Pemerintahan Republik Indonesia, maka waktu itu juga Daerah Delta Brantas dengan sendirinya menjadi daerah Republik Indonesia. |
Tidak lama sesudah penyerahan kembali Kedaulatan kepada Pemerintah Republik Indonesia, berdasarkan Undang-Undang No. 22/1948, R. Soeriadi Kertosoeprojo diangkat menjadi Bupati/Kepala Daerah di Kabupaten Sidoarjo. Banyak kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo yang baru. Lebih-lebih karena Daerah Delta Brantas merupakan daerah penghubung antara kota Surabaya dengan daerah pedalamanan. Seperti kita ketahui kota Surabaya adalah termasuk kota yang terbesar di Asia Tengara, sehingga tidak luput dari intaian negara-negara asing yang ingin menyebarkan ideologinya didaerah Indonesia. Karena itu daerah Sidoarjo juga menghadapi segala macam infiltrasi, terutama dari pihak yang tidak menyukai adanya Republik Indonesia. |
Kekacuauan- kekacuauan mulai timbul lagi di daerah-daerah. Kekacuauan- kekacuauan itu terutama disebabkan dari usaha-usaha pengikut Belanda yang tidak mau tunduk dibawah Pemerintahan Republik Indonesia. Diantara pengacau-pengacau itu ialah pengacau yang dipimpin oleh bekas Lurah desa Tromposari (Kecamatan Jabon) yaitu Imam Sidjono alias Malik. Didalam menjalankan kekacauan itu, Malik berusaha supaya lurah-lurah lainnya membantu dia. Tidak sedikit Pamong Desa dan Lurah lainnya yang menjadi alat Malik. Senjata yang mereka gunakan ternyata bekas kepunyaan KNIL. Daerah kekuasaannya ialah daerah segitiga : Gempol – Bangil – Pandaan, dan daerah Kabupaten seluruhnya masuk daerah operasinya. Berkat adanya kerja sama Pamong Praja, Polisi dan Tentara, maka kira-kira dalam pertengahan bulan Mei 1951, kekacauan mulai dapat diredakan, Malik tertangkap di daerah Bangil pada tanggal 12 Mei 1951. Operasi-operasi dimana-mana dijalankan terus, dan baru pada permulaan Agustus 1951 keadaaan di daerah Delta Brantas dapat dikatakan aman dan terkendali. Pemerintahan lambat laun berjalan lancar kembali sampai ke pelosok-pelosok desa. Akhirnya sebagai kelengkapan dari cuplikan baru sejarah Kabupaten Sidoarjo dan untuk diketahui oleh masyarakat, maka perlu kami kutipkan nama-nama para Bupati Sidoarjo sejak pertama hingga sekarang . |
Wednesday, September 24, 2014
Sidoarjo kota asalku
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment